RINDU YANG TAK BERBATAS
Oleh : Yuyum Rumiaty
Perlahan kusandarkan tubuhku di kursi teras, melepas penat setelah seharian bekerja, secangkir teh manis hangat dan camilan kue tradisional, menemaniku menikmati suasana sore yang indah, hujan yang sedari tadi turun baru saja berhenti sehingga menyisakan kesejukan angin yang bertiup lembut membelai wajahku, sentuhannya begitu lembut segar .
Kuangkat telepon selulerku yang berdering, ternyata kakak perempuanku yang menelepon, Kakak perempuanku tinggal di Yogyakarta, sehingga kami saling menelepon untuk menanyakan khabar, selanjutnya kami terlibat dalam percakapan yang seru dalam durasi yang tidak sebentar, kakak perempuanku adalah sosok yang supel, pandai bergaul dan selalu ceria sehingga disukai banyak orang.
Yayu begitu panggilanku kepada kakak perempuanku, panggilan orang daerah Indramayu kepada kakak perempuannya. Menurutku Yayu adalah sosok perempuan yang hebat, kesabarannya dalam mendampingi suaminya hidup berumah tangga bagaimanapun keadaannya, betapa tidak ketika suaminya harus dirumahkan dari tempatnya bekerja dan akhirnya harus bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak seberapa, Yayu tetap bersabar. Kehidupan Yayu begitu bersahaja namun Yayu tetap menjalani kehidupannya dengan ikhlas tanpa banyak mengeluh, sehingga hanya hal menyenangkan yang diceritakannya kepadaku.
“Sepertinya
uang untuk belanja kurang mas, tamu kita kan banyak” Kata Yayu sambil
menunjukan 2 lembar uang sepuluh ribuan,
suami Yayu terdiam sebentar kemudian beranjak dari kursinya,
“Aku
akan ke rumah tetangga, barangkali ada yang bisa aku kerjakan untuk mendapatkan
uang, kemarin aku dengar pak mardi butuh orang untuk mengecat rumahnya.” Yayu
merasa iba terhadap suaminya, dipandanginya sosok suaminya yang berjalan keluar
rumah dengan harapan akan mendapatkan uang hari ini. Ketika Yayu sedang berada di
dapur Diah adik ipar yang sedang menikmati libur beserta keluarga dirumahnya,
menghampirinya
“Mbak
kita ke pasar talok yuk..aku kangen loh dengan jajanan di pasar talok”
Diah membelikan berbagai macam sembako dan kebutuhan dapur lainnya di pasar talok, pasar tradisional berskala kecil namum menyediakan berbagai kebutuhan bahan pokok lengkap. Yayu sangat bersyukur mempunyai sodara-sodara ipar yang baik, selain itu ada juga yang memberikan modal daster dan baju-baju batik kepada Yayu untuk dijual secara kredit kepada teman dan tetangganya, hasilnya lumayan untuk menambah kebutuhan sehari-hari. Yayu yang supel dan periang memang banyak disukai orang, baik sodara maupun teman-temannya. Seperti teman-teman semasa sekolah dulu masih tetap berkomunikasi dan bila Yayu pulang kampung ke Indramayu teman-temannya akan mengajak makan ke restaurant yang menyediakan menu makanan enak, setelah itu mengajak ke butik untuk membelikan baju, bahkan tak jarang mereka sahabat-sahabat Yayu memberinya uang, Tuhan maha adil Yayu yang kehidupannya bisa dibilang kekurangan tapi selalu mendapat rejeki dari orang-orang yang sayang padanya.
Yayu merupakan sosok yang sabar dan tegar, ketika suaminya bermain hati dengan
wanita lain, walaupun hatinya panas
namun diselesaikannya masalah itu dengan kepala dingin sehingga masalah
perselingkuhan suaminya dengan wanita lain bisa terselesaikan. Yayu sungguh luar
bisa menurutku karena begitu sabar terlebih ketika suaminya terkena serangan
jantung dengan sabar Yayu merawat suaminya, setiap malam selalu terbangun untuk
melihat keadaan suaminya, kemudian shalat disepertiga malam berdoa atas
kesembuhan suaminya.
Hal yang paling disyukuri adalah ketika
suaminya mulai mendirikan shalat, usahanya selama ini mengingatkan suaminya
untuk shalat akhirnya membuahkan hasil, sebelumnya walaupun Yayu sudah
menyediakan sajadah, sarung, koko dan peci untuk suaminya melaksanakan shalat
Jumat tapi perlengkapan shalat tersebut sama sekali tak disentuh suaminya,
namun setelah rajin melaksanakan shalat lima waktu di rumah, suaminya juga
melaksanakan shalat Jumat di masjid. Kegigihan Yayu untuk mengajak suaminya
melakukan kebaikan tidak hanya dalam mendirikan shalat namun Yayu juga selalu
mengingatkan suaminya untuk selalu berinfak dan bersodakoh walau dalam keadaan
kekurangan.
Malam itu selepas shalat Isya suami Yayu
pamit untuk mengikuti pertemuan di rumah pak RT, tapi tidak lama kemudian
kembali lagi.
“Kok balik lagi mas?”
“Kepalaku
pusing dik”
“Ya
sudah istirahat aja mas.” Kemudian Yayu
membaluri badan suaminya dengan kayu putih dan menyelimutinya agar suaminya lebih
hangat dan nyaman. Selang beberapa saat kemudian suaminya terbangun karena batuk
seperti sesak nafas, dengan sabar Yayu mengusap dan membaluri punggung suaminya
dengan kayu putih namun nafasnya terlihat tersengal-sengal Yayu mulai cemas dan
ketakutan sebisa mungkin menuntun suaminya dengan mengucap dua kalimat shadat,
dan istighfar, tangis Yayu mulai pecah ketika suaminya menghembuskan nafas
terakhirnya.
“Innalillahi
wainailaihi rojiun”
Kejadiannya
begitu cepat tanpa ada tanda dan firasat sebelumnya. Yayu memeluk badan suami
yang masih diatas pangkuannya, diciumnya pipi dan kening suaminya dengan lembut
dan penuh cinta, tak terasa airmata mengalir deras.
“Selamat
jalan mas pergilah dengan tenang, sekarang kamu sudah tidak lagi merasakan
sakit akibat penyakitmu. “ Yayu mengusap wajah orang yang paling dicintainya
dengan lembut.
Tiba-tiba pintu diketuk ternyata salah satu tetangga yang mengantarkan dompet suaminya yang tertinggal dirumah pak RT mungkin karena terjatuh tadi. Pak Diman yang mengantarkan dompet yang tertinggal itu sangat terkejut mendengar kabar kematian suami Yayu begitu pun warga yang lain setelah mereka dikhabari, karena baru saja mereka berkumpul dan ngobrol bersama.
Sekarang setelah satu tahun kepergian suami untuk selamanya Yayu sering mengutarakan kebingungannya hendak tinggal dimana, tetap tinggal di Yogya dengan tanpa ada sanak sodara, atau tinggal di rumah anaknya ditempat yang jauh di Kalimantan, atau tinggal bersama bapak di kampung. Setelah melalui rembugan dengan saudara-saudara, dan beberapa pertimbangan, akhirnya Yayu memutuskan untuk tinggal di kampung di Indramayu sambil mengurusi bapak yang sudah sepuh, beberapa kali bila meneleponku Yayu menyatakan keinginannya untuk pulang, tapi itu pun kadang masih terlontar keluhannya dengan kata bingung seperti tidak mau berjauhan dengan suaminya yang sudah dimakamkan, dan seperti masih bingung serta belum yakin akan keputusannya tinggal dimana.
"Ratna,
kapan kamu ke Yogya, untuk mengantarkan anakmu mendaftar perguruan tinggi di
Yogya? Aku tunggu ya sebelum aku pulang ke Indramayu, kalau kamu di Yogya
bisa bantu Yayu mengepak barang " Itu salah satu percakapannya yang
menyatakan keinginannya untuk pulang
Kereta yang aku naiki melaju dengan
kencang, seperti semakin memacu ketidak sabaran ku untuk bertemu dengan kakak
perempuanku, sudah ada dalam bayanganku betapa senangnya bertemu dengan Yayu.
Kutatap pemandangan diluar lewat jendela kereta banyak berubah setelah beberapa
puluh tahun suasana itu sudah tidak aku nikmati lagi, sejak aku lulus kuliah
dulu. Entah mengapa rasa ingin segera bertemu dengan Yayu semakin kuat, mungkin
dilandasi oleh rasa penasaranku sebab sudah beberapa hari ini bila aku
menelepon Yayu tak pernah diangkat, tapi bila aku chat selalu dibalas, ingin
rasanya cepat bertemu dan menanyakannya. Mengingat Yayu tiba-tiba hati menjadi
sedih, kuusap air mata yang menetes dipunggung tanganku, aku heran mengapa tiba-tiba aku jadi sedih dan
menangis begini. Ku buka tas dan kukeluarkan dompet kecil berisi dua cincin
yang sengaja kupesan dengan model yang sama, dua cincin kembar itu rencananya
yang satu akan kuberikan pada Yayu sehingga kami akan mengenakan cincin
dengan model yang sama, aku tersenyum membayangkan wajah Yayu yang bahagia
mendapat hadiah ulangtahun dariku. Lamunanku buyar ketika Fajar anakku
menyentuh lenganku dengan lembut memberitahuku bahwa kereta akan segera tiba di
stasiun yang dituju.
Sesampai di stasiun, mataku tertuju pada
pintu keluar berharap sosok Yayu sudah menunggu disana dengan tawa khasnya tapi
mataku tak menemukan sosok kakak perempuanku, yang ada hanya Romi anak tunggal
dari kakak perempuanku, aku merasa heran dengan keberadaan Romi disini,
mungkin sedang mengambil cuti dari kerjanya pikirku, Romi menyambut kedatangan
aku dan anakku.
"
Ibu mana Rom, kok tidak ikut menjemput?" Tanyaku kepada Romi, kuperhatikan
ada guratan sedih nampak diwajahnya.
"
Ibu sedang dirawat dirumah sakit tante" Jawab Romi dengan wajah sedikit
menunduk, aku kaget mendengarnya .
"Sejak
kapan ibumu masuk rumah sakit, mengapa tante tidak di khabari.”
"
Hampir seminggu yang lalu, ibu yang melarang memberi tahu tante, agar tante
tidak merasa sedih dan khawatir dengan keadaan ibu"
Kemudian
kami bergegas menuju Rumah sakit tempat Yayu dirawat setelah Romi menceritakan
bahwa ibunya masuk ruang ICU karena tidak sadarkan diri.
Sesampai
di rumah sakit, mbak Sri teman dekat Yayu yang selama Yayu sakit dengan tulus
ikhlas merawat Yayu menyambut kami dengan tangis. Sontak tangisku pecah setelah
mendengar bahwa Yayu sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
"
Inalillahi wa innailaihi roji'un" badanku lemas seperti tidak percaya
dengan berita itu.
Ternyata
selama Yayu sakit yang membalas chat ku adalah mbak Sri atas permintaan Yayu, pantas
teleponku tak pernah diangkat, sebab bila teleponku diangkat aku akan
mengetahui keadaan Yayu yang sedang sakit dan akan membuatku sedih, ternyata
sekarang kejadiannya malah membuatku jauh lebih sedih.
Kupanjatkan doa dan kutaburkan bunga
dipusara Yayu yang ada disebelah makam suaminya. Ternyata keinginan Yayu tidak
mau jauh dari suaminya, perasaan sedihku
bila aku memandang foto Yayu dan
postingan foto almarhumah ibu distatus yayu dengan kalimat kita akan bersama
disurga, dan kata mau pulang kini semuanya terjawab sudah, yayu sepertinya
tidak mau adiknya terus menerus merasa sedih dengan keadaan dirinya, Yayu sudah
tidak bingung lagi dengan tempat yang dia pilih yaitu disebelah suaminya untuk
selamanya, dan sekarang Yayu sudah tidak bingung lagi karena sudah menemukan
tempat yang dipilihnya untuk pulang, pulang selamanya ke surga bersama
almarhumah ibu yang mengajaknya untuk pulang .
Aku berjalan diantara senja mengantar
kepergian kakak perempuanku yang tak akan pernah kembali, diujung senja
sebelum buana terlelap dengan tidurnya kupanjatkan doa dan menitipkan
rinduku kepada angin yang tak pernah berhenti
berhembus, seperti aku yang tak akan
pernah berhenti berdoa dan menitipkan rinduku, karena rinduku ini panjang tak
berbatas selamanya untuk Yayu kakak perempuanku .
#
Kado ulang tahun terakhir untuk kakak perempuanku Alm. Ninik Pariani, SH
Komentar
Posting Komentar